Mataram (Suara NTB) – Buah lokal sedang menjadi tuan di rumah sendiri. Pasca mewabahnya virus corona dari China. Buah impor sementara ini distop masuk ke Indonesia. Pasar buah Cakranegera, Kota Mataram dalam beberapa waktu terakhir terlihat agak berbeda. Para pedagang hanya menjajakan buah-buah lokal. Sedikit yang menjual buah impor. Selama ini pedagang umumnya menjajakan buah-buah yang dikirim dari China.
Setelah corona mewabah ke berbagai negara, selera makan buah masyarakat sepertinya berubah. Yang biasanya mencari-cari buah impor, sekarang beralih ke buah lokal. Lokalnya lokal dalam negeri, ada juga buah-buah lokal NTB. “Sepertinya orang takut makan buah impor. Yang dicari buah lokal. Tapi ada saja yang masih tetap nyari,” kata Gede Made Dwiyatmika, salah satu pedagang buah di pasar buah Cakranegara.
Pisang-pisang bergelantungan dijajakan. Umumnya pisang lokal. Ada juga Salak Bali. Alpukat, melon dari Lombok Tengah. Buah naga dari Lombok Timur. Semangka dari Jawa. Yang masih tersisa buah-buah impor adalah pir, apel, jeruk. Warnanya sudah tak segar. Karena corona, buah-buah impor dari China ini menjadi tak laku.
“Kalau di Bali buah impor ndak ada lagi yang mau beli. Ini, warnanya sudah menguning. Masih tersisa. Padahal ini buah-buah yang dikirim sebelum negara menyetop buah impor masuk,” katanya menujukkan buah-buah apel yang berubah warna. Kepada Suara NTB, Jumat, 13 Maret 2020, Gede mengatakan, terjadi penurunan omzet penjualan buah. Sangat drastis sampai 70 persen. Faktor utamanya bukan saja corona, sebelumnya karena kondisi ekonomi yang masih berat.
Kendati demikian, bukan tidak ada sama sekali pembeli buah impor. Masih tetap ada, namun tak sebanyak permintaan sebelum-sebelumnya. Pelanggannya yang biasa membeli sampai Rp1 juta, turun dratis hanya Rp200.000. Masih ada cadangan buah impor di Surabaya. Stok yang dikirim sebelum heboh corona di Indonesia. Namun harganya melambung. Anggur misalnya. Biasanya harganya Rp80.000/Kg, naik menjadi Rp200.000/Kg. Karena mahalnya anggur impor ini, ia memilih tak menjualnya.
Buah pir juga demikian, dari yang biasanya hanya Rp20.000/Kg, naik menjadi sampai Rp40.000/Kg. Apel merah yang biasanya hanya Rp40.000/Kg, naik menjadi Rp55.000/Kg. Kenaikan harga buah impor ini memicu kenaikan harga buah lokal. Petani saat ini menerima harga tinggi. Pedagang lainnya, H. Hasan dalam beberapa waktu terakhir tidak lagi menerima buah-buah impor. Kiriman dari distributornya kosong. Setelah virus korona mewabah. Kelebihan buah-buah impor adalah kualitasnya, rasanya. Meskipun harganya juga lebih tinggi, tetap dicari pembeli.
Sementara buah lokal, ukurannya yang biasa-biasa saja. Rasanya terkadang kecut. Karena itu, sejak tidak dibolehkan lagi kiriman dari China masuk ke Indonesia, omzet penjualan buahnya juga turun drastis. Praktis, sekarang ia hanya menjual buah-buah lokal. (bul)
"lokal" - Google Berita
March 14, 2020 at 05:06PM
https://ift.tt/38VY2Za
Buah Lokal jadi Tuan di Rumah Sendiri - SUARA NTB
"lokal" - Google Berita
https://ift.tt/2nu5hFK
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Buah Lokal jadi Tuan di Rumah Sendiri - SUARA NTB"
Post a Comment