Search

Menyoal perizinan perikanan di perairan lokal (bagian 2) - Kontan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hanya saja usaha perikanan di tidak semulus yang dibayangkan. Saat ini masih banyak aturan masih jadi hambatan usaha perikanan.

Seperti diungkapkan Pengusaha perikanan Muara Karang sekaligus mantan Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Wanto Asnim. Ia menyebut Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (Permen KP) Nomor 86 tahun 2016 sangat memberatkan bagi pengusaha perikanan, khususnya pemilik kapal dengan kapasitas di atas 30 gross tonnage (GT).

"Aturan itu menyebut hasil tangkapan disesuaikan ukuran kapal. Itu kan tidak realistis karena belum tentu kapal besar dapat hasil yang besar juga," ungkap Wanto saat melakukan dengar pendapat dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Muara Karang, Jakarta Utara, Senin (28/10).

Baca Juga: Kaji ulang cantrang, Menteri Edhy: Musuh utama kita bukan nelayan

Aturan itu menakar produktivitas kapal berdasarkan dari ukuran kapal. Wanto merasa, aturan ini tidak sesuai dengan realitas sebab tidak ada korelasi antara ukuran kapal dengan besarnya hasil tangkapan. Sebab hasil tangkapan bergantung pada kondisi cuaca dan perairan laut.

Pembatasan tonase ini, berimbas pada besaran pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan yang harus dibayar oleh pengusaha. "Mohon dipertimbangkan kembali peraturan tersebut," jelasnya.

Senada dengan Wanto, Sekjen Kelompok Masyarakat Maritim (Komari), Marzuki Yazid menyebut aturan tersebut meresahkan bagi pengusaha, karena harus membayar PNBP berpatokan pada volume kapal. "Mana mungkin, kalau untuk tambang bisa," katanya, Senin (28/10).

Baca Juga: Mengintip pembuatan kapal di pesisir Belitung

Permen 86 tahun 2016 juga memaksa pengusaha untuk mengisi Laporan Kegiatan Usaha (LKU) setiap kapal per tahun dan Laporan Kegiatan Penangkapan (LKP) setiap kapal per triwulan dengan jumlah hasil tangkapan dipaksakan hingga 120% dari kapasitas GT kapal.

Jika dalam LKU - LKP jumlah hasil tangkapan diisi kurang dari 120% dikalikan rumus yang telah ditentukan tidak tercapai, maka Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) tidak akan diterbitkan. Artinya, ada pemaksaan sepihak untuk menaikkan jumlah hasil tangkapam walaupun tidak sesuai dengan realisasi hasil tangkapan yang aktual.

Selain itu penerbitan SIPI tidak ada kejelasan waktu. "Padahal Presiden minta SIPI bisa keluar dalam waktu 14 hari," jelas Marzuki.
Menanggapi ini Menteri KKP Edhy Prabowo berjanji mengevaluasi aturan-aturan yang menghambat nelayan dan para pengusaha perikanan. Maka, ia ingin memperbaiki alur komunikasi yang lebih intens dan efektif.

"Saya akan bantu. Tapi saya minta bapak dan ibu terbuka dan jujur kepada kami," ungkapnya.        

(Selesai)


Reporter: Elisabeth Adventa
Editor: Markus Sumartomjon

Video Pilihan

Reporter: Elisabeth Adventa
Editor: Markus Sumartomjon

Let's block ads! (Why?)



"lokal" - Google Berita
November 02, 2019 at 10:45AM
https://ift.tt/2r0S0WE

Menyoal perizinan perikanan di perairan lokal (bagian 2) - Kontan
"lokal" - Google Berita
https://ift.tt/2nu5hFK

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Menyoal perizinan perikanan di perairan lokal (bagian 2) - Kontan"

Post a Comment

Powered by Blogger.