Dinamika terorisme yang terjadi di tingkat global berperan signifikan terhadap dinamika terorisme lokal. Misalnya, fatwa "deklarasi perang" Osama bin Laden pada 1998 yang menyerukan serangan kepada orang Barat baik sipil maupun militer di mana pun berada, tak lama kemudian terjadi teror di beberapa tempat. Bom Bali 2001 adalah salah satu respon atas dinamika global yang terkait dengan fatwa Bin Laden.
Dalam esai ini, saya akan mencoba bahas beberapa pengaruh global terhadap tindakan pengikut ideologi IS di Indonesia dengan berbasis pada argumen bahwa terorisme di Indonesia "tidak murni" berasal dari sejarah radikalisme (kendati pengaruh itu ada), tapi cukup banyak dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di tingkat global, khususnya yang berkaitan dengan kelompok IS di Timur Tengah.
Beberapa Pengaruh
Jika ditarik secara umum, terorisme yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari dinamika global. Ketika puluhan orang berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia dan melakukan baiat di salah satu gedung kampus, mereka sesungguhnya merespons apa yang terjadi secara global. Dalam hal ini adalah deklarasi berdirinya Negara Islam di Irak dan Suriah atau yang dikenal dengan Negara Islam (Islamic State).
Ketika ISIS digempur oleh berbagai negara yang membuat mereka semakin kehilangan basis-basis utamanya (salah satunya, per Maret 2019 kota Baghuz yang berada di timur laut Suriah), mereka kemudian berpikir untuk melebarkan sayap gerakan di negara lainnya. Itulah yang menjelaskan misalnya ada isu soal pemilihan Filipina Selatan sebagai "basis kedua" atau "basis penopang" ISIS di Asia Tenggara yang dipimpin Isnilon Hapilon alias Abu Abdullah Al-Filipini. Beberapa orang Indonesia dan Malaysia, bahkan telah berbait kepada Isnilon sebagai amir IS di kawasan tersebut dan bergabung dalam kelompok tersebut.
Pengaruh global lainnya adalah pada penyebaran simbol-simbol dan gesture yang menjadi tanda paling nyata yang mengandung pesan dari pengikut IS. Penggeledahan yang dilakukan aparat keamanan kepada beberapa pengikut Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang berafiliasi pada IS misalnya, ditemukan simbol-simbol IS seperti bendera, buku, panduan jihad, serta beberapa alat untuk berjaga-jaga seperti pisau atau bom yang dirakit untuk aksi teror.
Gesture yang paling umum tersebar adalah "mengangkat satu jari" sebagai tanda satu. Nathaniel Zelinsky dalam artikelnya di Foreign Affairs (3/9/2014) menulis bagaimana Abdel Majed Abdel Bary, seorang "rapper gagal" dari London yang mengangkat satu jari ke atas sebagai "tanda perjuangan" atau setara dengan simbol "geng jihad" ala IS. Tapi, kita juga jangan terburu-buru mengatakan bahwa jika ada orang yang mengangkat telunjuk ke atas sebagai pengikut IS, karena rupanya diaspora simbol itu juga dapat berarti simbol tauhid yang tidak merujuk pada IS.
Hal lain yang ditemukan oleh aparat keamanan adalah Majalah Dabiq, sebuah majalah propaganda dan perekrutan yang bertujuan untuk mempersatukan dan menguatkan semangat para pengikut IS baik dari sisi keyakinan (tauhid, manhaj, hijrah), tindakan (jihad), dan gerakan (jama'ah). Majalah tersebut disebarkan secara online, dan beberapa di antaranya telah dicetak untuk dibaca, dan dijadikan panduan bagi pengikut ideologi IS.
Agensi Terorisme
Aktivitas terorisme sesungguhnya dapat dilihat dari teori tindakan (practice theory). Dari sudut teori ini, seorang agent (aktor) sesungguhnya diperhadapkan pada "peluang" dan "hambatan" sekaligus. Dalam kasus penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto yang dilakukan oleh Syahril Alamsyah (Abu Rara) dan istrinya Fitri Andriani terlihat bahwa keduanya bersiasat dengan peluang dan hambatan sekalgus.
Peluangnya adalah ketika Wiranto keluar dari mobil dan bersalaman dengan masyarakat, yang di titik itu ada "beberapa detik" untuk melakukan tindakan. Hambatannya, seorang Menkopolhukam pasti memiliki pengawalan yang ketat dan tentu saja akan menyulitkan bagi agent melakukan amaliyah-nya.
Di titik ini, agent (Abu Rara dan Fitri) melihat ada celah ketika Wiranto turun dari mobil dengan pengamanan yang tidak ketat. Maka, dengan melakukan kamuflase sebagai warga masyarakat yang ingin bersalaman dengan pejabat negara (apalagi ketika itu Abu Rara juga membawa anaknya), maka kamuflase itu pun tidak "terbaca" sebagai ancaman. Dari foto yang beredar di media sosial (belum diketahui dipotret oleh siapa), memperlihatkan bagaimana Abu Rara dan Fitri berdiri di dekat polisi. Di sini, Abu Rara memahami bahwa berada di dekat polisi adalah posisi aman agar tidak dicurigai.
Dari sudut teori agensi, kedua agent sesungguhnya telah memanfaatkan "peluang" dan "hambatan" sekaligus untuk aksi nekad mereka yang tidak hanya berdasarkan kesadaran untuk melakukan balas dendam karena temannya dari JAD Bekasi telah ditangkap sebulan yang lalu. Akan tetapi, juga berdasarkan kesadaran bahwa ini merupakan tindakan yang legitimate secara agama, walaupun jumhur orang mengatakan itu tindakan yang keliru, bahkan sesat.
"Penghapus Dosa"
Orang yang ragu kepada tindakan Abu Rara punya alasan bahwa sangat tidak mungkin seorang Abu Rara yang seorang penjudi togel dan pemakai narkoba jenis pil kurtak dapat melakukan teror. Ada yang paradoks di sini; di mata mereka: mana mungkin seorang yang tidak menjalankan syariat malah berjuang untuk negara Islam?
Tapi, hal ini bisa kita baca dari sisi pengalaman manusia. Benar bahwa Abu Rara pernah melakukan beberapa tindakan tadi, tetapi dia mulai berubah ketika bepergian ke Malaysia selama lima bulan, dan balik ke Tanah Air dalam kondisi yang berbeda. Traveling punya pengaruh signifikan untuk mengubah pemikiran, sikap, dan tindakan seseorang.
Perubahan yang terjadi ketika di negeri jiran sejauh ini belum diketahui dalam konteks apa sebabnya dia ke Malaysia, kenapa harus Malaysia, dan siapa saja kawan pergaulannya ketika di sana. Tetapi, satu hal yang kadang sulit terbaca dalam pengalaman manusia adalah "pembelokan-pembelokan" nasib, sikap, dan tindakan yang bisa jadi bertolak belakang dengan karakter yang sebelumnya.
Maka, ketika dia berubah dan berkawan dengan beberapa penganut IS, lambat lain dia pun terpengaruh (apalagi ia belakangan dinikahkan oleh Abu Zee di Bekasi). Pada level pengaruh yang agak dalam, dia bisa melakukan apa saja yang dianggapnya benar, apalagi ada legitimasi agama yang diinternalisasi oleh tokoh atau jejaring perkawanannya tersebut. Pada September 2019, Abu Zee ditangkap. Di situ, Abu Rara merasa perlu melakukan sesuatu.
Dalam posisi keinginannya untuk menjadi saleh (pascapulang dari jiran), dia pun melakukan apa yang bisa dianggap saleh yang salah satunya tentu saja untuk menghapus dosa. Karakter Silas dalam film Da Vinci Code sangat tepat untuk melihat bagaimana transformasi seseorang dari "pendosa" menjadi "militan".
Persis seperti para anak muda generasi kedua atau ketiga di Eropa yang mengalami krisis identitas (karena tidak dapat pekerjaan atau karena tidak diakui sebagai warga Eropa), yang kemudian memilih bergabung dengan kafilah IS baik dengan motif untuk hijrah demi kehidupan baru, atau mekanisme untuk menghapus dosa-dosa yang sebelumnya pernah dilakukan di Eropa.
Mengutip Imam Qari Asim dalam tulisannya di Independent (20/8/2017), para anak muda itu tergiur oleh motivasi untuk "membangun dunia utopis" lewat petualangan ke Suriah yang kemudian berbondong-bondong terbang ke kawasan tersebut. Mereka ke sana juga karena motivasi apokaliptik (akhir zaman) untuk "mengambil bagian penting dalam episode sejarah manusia", yaitu dengan pendirian negara Islam di akhir zaman.
Artinya, motivasi pengikut ideologi IS itu tidak cukup hanya dilihat dalam konteks masalah mental, kemiskinan, brainwashing, atau perekrutan, tetapi, mengutip antropolog Scott Atran, bahwa anak-anak muda itu sesungguhnya "terombang-ambing dalam globalisasi dunia yang menemukan identitas sosial lewat IS." Jika dibawa konteks Indonesia, motivasi mendapatkan identitas sosial kelihatannya tidak begitu dominan, karena peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak sangat terbuka luas di negeri ini. Tapi, tentu saja tidak bisa dimungkiri ada yang bergabung ke sana untuk mendapatkan identitas sosial baru.
Satu hal yang penting tentu saja, kita tidak hendak mengatakan bahwa agama mengajarkan dan melegitimasi terorisme. Tidak seperti itu. Tetapi, lebih tepatnya adalah kalangan teroris memanfaatkan agama sebagai legitimasi untuk melakukan tindakan terorisme. Sifat dasar agama adalah perdamaian atau rahmat, sekaligus keselamatan tidak hanya bagi pemeluknya, tapi juga bagi di luar pemeluknya.
Mencegah Teror
Selama ini ada kesan bahwa tugas pencegahan terorisme itu hanya berada di pundak aparat keamanan. Efeknya kemudian adalah hanya petugas saja yang sibuk mengantisipasi sementara masyarakat umum agak cuek untuk itu. Untuk mencegah teror, semua komponen masyarakat perlu bahu-membahu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi teror di mana pun dan kepada siapapun.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan saling sapa antarmasyarakat, terutama kepada tetangga. Di kota-kota besar umumnya orang malas untuk menyapa tetangga, karena berpikir individualistis. Padahal, saat ini menyapa sesama tetangga adalah bagian dari mekanisme pencegahan agar kita mengenal tetangga kita dengan baik.
Saling sapa perlu kembali digiatkan di masyarakat kita. Jangan lagi berpikir individual. Jika ada orang yang terlihat berbeda, ada baiknya untuk didekati. Bukan untuk dicurigai, tentu saja. Tetapi untuk didengarkan, siapa tahu dia kesulitan keuangan, stres, atau sesuatu yang lain.
Kita berharap semua komponen masyarakat saling membantu dalam mencegah terorisme dengan berbasis pada sikap saling sapa, saling bicara, dan saling peduli. Pengaruh dinamika global --seperti yang dijelaskan di atas-- sesungguhnya begitu cepat kepada manusia di berbagai belahan dunia. Kita berharap pikiran buruk teroris siapa tahu dapat diubah lewat kedekatan-kedekatan humanis yang informal tersebut, atau jika memang agak jelas (bahwa yang bersangkutan sedang mempersiapkan teror), maka segera dapat ditangani oleh pihak yang berwajib.
Yanuardi Syukur founder Center for Global Terrorism Analysis, pengajar antropologi Universitas Khairun
(mmu/mmu)
"lokal" - Google Berita
October 18, 2019 at 01:16PM
https://ift.tt/2MMdRII
Pengaruh Global pada Terorisme Lokal - detikNews
"lokal" - Google Berita
https://ift.tt/2nu5hFK
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengaruh Global pada Terorisme Lokal - detikNews"
Post a Comment