Magelang, Gatra.com - Promosi makanan olahan berbahan dasar produk pertanian lokal masih minim. Hal itu menjadi salah satu penyebab makanan olahan lokal kalah bersaing dengan usaha makanan olahan berskala besar.
Menurut Maidar Sutomo, pemilik usaha pengolahan makanan berbahan umbi-umbian “Rumah Ketela” Borobudur, pemerintah berperan besar mendorong majunya industri makanan lokal.
Dorongan pemerintah melalui Kementerian Pertanian saat ini baru dirasakan sebatas produksi bahan baku. “Kami minta pemerintah membantu pasca panen. Membantu promosi. Juga bagaimana agar panen ketela bisa setahun 2 kali,” kata Maidar, Selasa (18/2).
Maidar yang juga pemilik penginapan Rajasa di kawasan wisata Borobudur ini mengaku pasokan ketela sudah mencukupi, meski harganya terus naik. Rumah Ketela menampung sekitar 30 ton singkong setiap tahun untuk diolah menjadi modified cassava flour (mocaf).
Dari pengolahan mocaf, Rumah Ketela memproduksi beraneka ragam makanan seperti brownies, bolu gulung, risoles, pie, hingga ice cream. Menurut Maidar, hampir semua jenis makanan bisa dibuat menggunakan bahan dasar mocaf sebagai pengganti tepung terigu.
“Jika proses pengolahannya higienis, tanpa bahan pengawet, masa kadaluarsanya bisa sampai 2 tahun. Tapi saya nggak pernah simpan sampai selama itu karena belum sampai 1 tahun sudah habis,” ujar Maidar.
Omzet penjualan Rumah Ketela rata-rata Rp30 juta per bulan. Pemasaran dan promosi sementara mengandalkan usaha binaan anggota koperasi Wisata Mitra Mandala.
Koperasi ini beranggotakan 40 orang anggota aktif yang bergerak di bidang usaha mitra pertanian, pedagang, serta jasa penginapan dan homestay. “Saya ingin warga bisa memanfatkan bahan baku lokal. Agar singkong, tanaman lokal itu terangkat derajatnya," ujarnya.
Rumah Ketela menjual tepung mocaf seharga Rp17 ribu-Rp 20 ribu per kilogram. Sedangkan untuk produk jadi seperti brownies dan risoles dibanderol antara Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per kemasan.
Maidar melihat potensi besar pengolahan umbi-umbian sebagai bahan pangan alternatif. Selain tersedia pasokan berlimpah, tepung mocaf lebih sehat dan higienis dibandingkan tepung terigu.
“Harusnya pemerintah mempromosikan sedikitnya seminggu 2 kali. Bahwa tepung mocaf sangat bagus dan membantu petani. Promosi dari pemerintah itu yang belum ada,” kata Maidar.
Promosi saat ini dimonopoli produsen besar tepung terigu. Padahal selain mengandung gluten yang berbahaya bagi kesehatan, tepung terigu diolah dari gandum yang bukan hasil pertanian dalam negeri.
“Kapan mau maju. Pemerintah selalu bilang menggalakan, tapi di media tidak ada promosinya. Mereka (produsen tepung terigu) dikelola perusahaan besar. Kami yang perusahaan kecil, tidak mungkin masuk (promosi) ke media elektronik," tandasnya.
Reporter: Angga Haksoro Ardhi
Editor: Andik Sismanto
"lokal" - Google Berita
February 18, 2020 at 09:17PM
https://ift.tt/38DY2xf
Produk Olahan Lokal Butuh Dukungan Promosi | Ekonomi - Gatra
"lokal" - Google Berita
https://ift.tt/2nu5hFK
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Produk Olahan Lokal Butuh Dukungan Promosi | Ekonomi - Gatra"
Post a Comment